Busana adat Jawa biasa disebut
dengan busana kejawen yang mempunyai perumpamaan atau pralambang tertentu
terutama bagi orang Jawa yang mengenakannya. Busana Jawa penuh dengan piwulang
sinandhi, kaya akan suatu ajaran tersirat yang terkait dengan filosofi Jawa.
Ajaran dalam busana kejawen ini merupakan ajaran untuk melakukan segala sesuatu
didunia ini secara harmoni yang berkaitan dengan aktifitas sehari – hari, baik
dalam hubungannya dengan sesame manusia, dengan diri sendiri, maupun dengan
Tuhan Yang Maha Kuasa pencipta segala sesuatu dimuka bumi ini. Busana Kejawen
yang akan dijelaskan dibawah ini terdiri dari busana atau pakaian yang
dikenakan pada bagian atas tubuh, seperti iket, udheng;bagian tubuh seperti
rasukan atau bisa disebut dengan baju, jarik, sabuk, epek,timang,bagian
belakang tubuh yakni keris, dan bagian bawah kaki yaitu candela.
1. Iket
Iket adalah tali kepala yang
dibentuk sedemikian rupa sehingga berbentuk penutup kepala.
Cara mengenakan iket harus
kenceng, kuat supaya ikatannya tidak mudah terlepas. Bagi orang Jawa arti iket
adalah agar manusia memiliki pamikir atau pemikiran yang kencang, tidak mudah
terombang – ambing hanya karena factor situasi atau orang lain tanpa
pertimbangan yang matang
2. Udheng
Udheng dikenakan pada bagian
kepala dengan cara mengenakan seperti mengenakan topi. Bila sudah dikenakan
diatas kepala, iket menjadi sulit dibedakan dengan udheng karena ujudnya sama.
Udheng berasal dari kata mudheng artinya mengerti dengan jelas. Maknanya
manusia akan memiliki pemikiran yang kukuh bila sudah mudheng atau memahami
tujuan hidupnya. Manusia memiliki fitrah untuk senantiasa mencari kesejatian
hidup sebagai sangkan paraning dumadi. Makna lain dari udheng ini adalah agar
manusia memiliki keahlian / ketrampilan serta dapat menjalankan pekerjaannya
dengan pemahaman yang memadai karena memiliki dasar pengetahuan.
3. Rasukan
Sebagai ciptaan Yang Maha Kuasa,
hendaklah manusia ngrasuk atau menganut sebuah jalan atau agama dengan
kesadaran penuh menyembah Tuhan Yang Maha Esa.
4. Benik
Busana Jawa seperti beskap selalu
dilengkapi dengan benik ( kancing ) disebelah kiri & kanan. Lambing dari
benik itu adalah bahwa manusia dalam melakukan tindakannya dalam segala hal
selalu diniknik; artinya diperhitungkan dengan cermat. Apapun yang dilakukan
janganlah sampai merugikan orang lain, dapat menjaga antara kepentingan pribadi
dan kepentingan umum.
5. Sabuk
Sabuk digunakan dengan cara
melingkarkan di badan atau lebih tepatnya dipinggang. Sa-buk artinya hanya
impas saja, ngga untung & ngga rugi. Makna sabuk adalah agar manusia
menggunakan badannya untuk bekerja sungguh – sungguh, jangan sampai
pekerjaannya tidak menghasilkan atau tidak menguntungkan ( buk ).
6. Epek
Persamaan Epek adalah apek;
golek; mencari. Artinya dalam hidup ini, kita harus memanfaatkannya dengan
mencari ilmu pengetahuan yang berguna
7. Timang
Timang adalah pralambang bahwa
ilmu yang ditempuh harus dipahami dengan jelas & gamblang, agar tidak
gamang atau menimbulkan rasa kuatir. (samang – samang; berasal dari kata timang
)
8. Jarik
Jarik adalah kain panjang yang
dikenakan untuk menutupi tubuh sepanjang kaki. Jarik artinya aja serik. Jangan
mudah iri terhadap orang lain, karena iri hati hanya akan menimbulkan rasa
emosional, grusa – grusu dalam menanggapi segala masalah.
9. Wiru
Mengenakan jarik atau kain selalu
dengan cara mewiru ujungnya sedemikian rupa. Wiru atau wiron bisa terjadi
dengan cara melipat – lipat ujung jari sehingga berwujud wiru. Wiru artinya
wiwiren aja nganti kleru. Olahlah segala hal sedemikian rupa sehingga
menumbuhkan rasa menyenangkan dan harmonis, jangan sampai menimbulkan
kekeliruan dan disharmoni.
10. Bebed
Bebed adalah kain atau jarik yang
dikenakan laki – laki. Bebed artinya manusia harus ubed yakni tekun & rajin
dalam bekerja mencari rezeki.
11. Canela
Canela dijabarkan dari canthelna
jroning nala, atau peganglah kuat di dalam hatimu. Canela sama dengan
selop,cripu atau sandal. Canela dikenakan di kaki dengan maksud agar kita
selalu menyembah lahir & batin, hanya di kaki-Nya
Curiga atau keris berujud
wilahan, bilahan dan terdapat didalam warangka atau wadahnya. Curiga dan
warangka adalah pralambang bahwa manusia sebagai ciptaan menyembah Tuhan
sebagai penciptanya dalam sebuah hubungan kawula jumbuhing Gusti. Curiga
ditempatkan di belakang artinya dalam menyembah yang Maha Kuasa hendaknya
manusia bisa ngungkurake godhaning Syetan yang senantiasa mengganggu manusia
ketika akan bertindak kebaikan
BLANGKON
Blangkon iku sajinis panutup sirah kanggo
wongpriya sing kagawé saka bahan kain bathik utawa lurik. Blangkon sejatiné
wujud modhèrn lan praktis saka iket. Ing busana tradhisional adat Jawa lan adat
Sundha blangkon dianggo minangka pasangan karo busana beskap. (miturut
Wikipedia)Ing jaman modern iki blangkon ana ing masyarakat Yogyakarta lan Jawa
Tengah uwis wiwit ilang seka pikiran
masyarakat. Blangkon sing uwis suwe dadi budaya warga Jawa iki, mulai kegiles
karo topi-topi sing dadi trend ing kalangan muda-mudi. Nek arep weruh jinis-jinis
blangkon bisa mbok waca ing ngisor iki.
Ana sawetara jinis blangkon miturut adat
ing papan panggonan tinamtu.
Jinis blangkon antara liya:
1. Blangkon Sala, saka bahan bathik ora
nganggo mondholan (trèpès).
2. Blangkon Yogya, nganggo mondholan.
3. Blangkon Kedhu.
4. Blangkon Banyumas.
5. Blangkon Sundha, saka bahan bathik,
ora nganggo mondholan.
Mondholan, iku wangun sing njendhol ing
samburiné blangkon, makili modhèl rambut priyasing kerep dibundhel ing mburi.
Blangkon modhèl trèpès, iku wujud sing umum blangkon gagrag Surakarta. Gaya iki
minangka modhifikasi saka gaya Yogyakarta, amarga akèh-akèhé priya saiki
arambut cendhak. Modhèl trèpès iki digawé kanthi njait langsung mondholan ing
bagéan mburi blangkon. Saliyané saka suku Jawa , ana uga sawetara suku sing
migunakaké panutup sirah sajinis blangkon nanging béda wujudé, yaiku suku
Sundha, suku Madura, suku Bali, lan sapanunggalané.
0 Comments:
Posting Komentar